09.26 Unknown 12 Comments

  Pulau Diyonumo. Sumalata Timur, Gorontalo Utara.
a.    Fase terbentuknya wilayah Sumalata
Sumalata pada awalnya hanyalah nama dari sebuah tempat di wilayah utara Pohala’a Limutu (Limboto). Nama Sumalata sendiri sebelumnya adalah Tumolata. Tapi dikarenakan lidah orang Belanda yang sulit mengeja kata “Tumolata”, dan menyebutnya dengan “Sumalata”, sehingga dalam penulisnya menjadi “SOEMALATA”.  
Sedang untuk kata “Tumolata”, sejauh ini didapati dari beberapa sumber berasal dari:
1.    Tumo-tumolata yang diambil dari kalimat ‘huta u tumo-tumolata mola’ yang berarti tanah yang dipenuhi oleh rawa-rawa, dan
2.    Tilumolata yang diambil dari kalimat ‘hulawa maa tilumolata’ yang berarti emas yang sudah timbul atau muncul kepermukaan setelah melalui proses pendulangan.
Tidak diketahui secara pasti kapan awal dimulainya peradaban di wilayah Tumolata (Sumalata). Sebuah sumber mengatakan bahwa dalam proses terjadinya Janjia U Dulowo (perdamaian antara Pohala’a Hulontalo dan Pohala’a Limutu) pada tahun 1673 yang di pelopori oleh Hohuhu (Jogugu) Bumulo dan Khatibi Da’a Eyato dari Hulontalo serta Hohuhu Popa dan Wuleya Lo Lipu Pomalo dari Limutu, di sebutkan bahwa ketika Putri Ntobango dan Putri Tili’aya kembali ke Limutu yang dikawal oleh armada laut Kerajaan Gowa dengan maksud untuk menguasai Hulontalo melalui Limutu, sempat singgah di Sumalata. 
Diceritakan bahwa ketika Armada Laut Kerajaan Gowa yang membawa 2 putri tersebut sampai di Tolinggula, bertemulah mereka dengan para penjemput dari Kerajaan Limutu. Diantaranya para penjemput tersebut ikut pula Hohuhu (Patih atau Perdana Mentri) Popa dan Wuleya Lo Lipu Pomalo. Kemudian Rombongan ini singgah di sebuah Pulau di Sumalata yang bernama Lito Hutokalo. Di Pulau Hutokalo ini, Hohuhu Popa dan Wuleya Lo Lipu Pomalo berusaha membujuk para Pemimimpin Kerajaan Gowa agar tidak menyerbu Kerajaan Hulontalo (Sumber: Janjia U Duluwo; www.hungguli.hulondhalo.com). 
Sumber lain mengatakan bahwa Rombongan Putri Ntobango dan Tili’aya terpaksa singgah di Lito Hutokalo ketika akan menuju Limutu karena di tengah laut dihadang badai kencang (Barubu), dan akhirnya sangat terpaksa rombongan tersebut harus merubah rute perjalanan mereka dengan memutar langsung menuju pelabuhan Hulontalo.


dari kisah di atas, diperkirakan bahwa pada tahun 1600-an wilayah Tumolata sudah dihuni oleh beberapa keluarga (ngala’a), mengingat wilayah Tumolata pada waktu itu adalah sebuah tempat dari Pohala’a Limutu dengan keadaan geografisnya sangat baik untuk bercocok tanam. Apalagi, diketahui pula bahwa Tumolata menjadi tujuan bagi orang-orang, baik yang berasal dari Hulontalo dan Limutu maupun wilayah kerajaan sekitarnya untuk mencari nafkah sebagai penambang emas. Karena pada waktu itu, Tumolata adalah salah satu wilayah penambangan emas di Pohala'a Limutu. Sehingga, ketika orang-orang dari Sumalata yang datang ke Limutu atau Hulontalo juga sering disebut “taa lontho lemba lo Tumolata” (orang dari kampung Sumalata).

Pada awalnya, Tumalata hanya merupakan lokasi perkebunan milik masyarakat setempat. Suatu saat, ketika mulai melakukan penanaman jagung (milu) di sekitar lokasi Dusun Pasolo Desa Buladu (sekarang sudah dimekarkan menjadi Desa Hulawa-red), mereka menemukan beberapa batu kecil berwarna kuning yang ternyata adalah emas murni tersebar di lokasi kebun mereka, atau yang biasa disebut oleh masyarakat sekitar dengan sebutan "batu gara". Akhirnya tersebarlah berita di seluruh wilayah Gorontalo tentang penemuan biji-biji emas di Tumolata, yang menyebabkan banyaknya para pendatang dari Limutu dan wilayah untuk sekedar menjadi penambang emas (Sumber : Reistogten in de afdeeling Gorontalo, Gedaan op last der Nederlandsch Indische regering; hal 84-98; Carl Benjamin Hermann Rosenberg (Baron von); F. Muller, 1865).
 Sebuah tulisan tentang Pembentukan Gorontalo yang dikisahkan kembali oleh mantan Kepala Desa Wubudu yakni Akuba Imran (Ti Boungo) yang pernah menjadi Juru Tulis di tahun 1950 dari Kepala Kampung Deme II bernama T. A. Poneta (….. s/d 1958) mengatakan bahwa, Hohuhu Popa sempat membentuk beberapa Tim yang bertugas melakukan survey ke seluruh wilayah Limutu. Untuk mengetahui secara pasti wilayah Sumalata maka Hohuhu Popa menugaskan Tim II yang beranggotakan 5 (lima) personil yang dikenal dengan  Palima, Panggoba, Talenga, Wombuwa dan Pangulu.
Dalam melaksanakan tugas, Tim II pertama-tama menemui wilayah Deme yang selanjutnya meneruskan perjalanan sampai di Tolinggula yang sebelumnya disadur dari kata ‘Ilotunggula’ yang berarti sampai pada tempat yang dituju. Dari seluruh wilayah yang telah disurvey, ternyata hampir keseluruhan digenangi oleh air (rata-rata rawa) sehingga demikian dari 5 (lima) anggota tim sepakat memberikan nama  dari Deme  sampai dengan Tolinggula adalah “Tumolata”, artinya rata-rata digenangi air.
Dikisahkan pula dalam perjalanan tersebut, ketika Tim II memasuki wilayah Tumolata, mereka berjalan kaki menyusuri pinggiran pantai (deme-deme mota), kemudian sampai di sebuah dataran yang memanjang (u bula-bulade mota), kemudian berjalan melingkari wilayah perbukitan (lo libudu) dan menemui sebuah pantai yang dihalangi air pasang (Bubu-bubulo Taluhu Bonggi-liyo), dan seterusnya sampai ke tempat tujuan (ilotunggula). Dari cerita tersebut pula menjadi dasar penamaan beberapa desa di Sumalata (Deme, Buladu, Wubudu, Bulontio dan Tolinggula.
Menurut penyampaian Bapak Akuba Imran, Raja lo Limutu akhirnya mengangkat pemimpin di wilayah Tumolata yang disebut pada masa itu dengan “Wala'o Pulu”. Dan Wala’o Pulu yang pertama adalah Wala’o Pulu Hepu, kemudian diganti oleh Wala’o Pulu Toana dan selanjutnya terakhir Wala’o Pulu Amara, sebelum akhirnya diganti oleh Hulopango Puti yang mempunyai gelar (gara'i)  Ta Lo Kabulu’ sebagai Marsaole pertama di Sumalata pada tahun 1889 ketika sistem pemerintahan di wilayah Gorontalo dirubah oleh Kolonial Belanda, yang dikenal dengan sistem ‘Rechehereeks Bestuur’. Kapan tahun diangkatnya Wala’o Pulu Hepu sebagai kepala wilayah di Tumolata tidak diketahui secara pasti.
Sumalata disaat pemerintahan Wala’o Pulu masih merupakan satu wilayah utuh dari   Deme I sampai Tolinggula. Nanti setelah tahun 1889, ketika Sumalata menjadi sebuah Onder Distirik yang dikepalai oleh seorang Marsaole, barulah wilayah Sumalata dibagi menjadi 8 (delapan) desa ‘kambungu’ yakni Deme I, Deme II, Buladu, Wubudu, Bulontio, Buloila, Biawu dan Tolinggula. Setelah masa penjajahan Jepang masuk di Sumalata, maka Tolinggula dipecah menjadi dua yakni Tolinggula Ulu dan Tolinggula Pantai. Sedang Bulontio di awal tahun 1950-an dimekarkan menjadi dua bagian, Bulontio Barat dan Bulontio Timur.
Adapun Marsaole Hulopango Puti menjabat tidak sampai 1 (satu) tahun, karena wafat ketika melaksanakan ibadah haji ke tanah suci Mekkah dan diberi Gara’i dengan sebutan ‘Ta Lo Kabulu’ (yang dikabulkan doanya), hal ini karena niat dari beliau sendiri untuk wafat ketika menjalankan ibadah haji dan dikuburkan di tanah suci Mekkah. Setelah Hulopango Puti wafat, ditahun itu juga Marsaole Sumalata diganti dengan Bulonggodu Dangkua yang kemudian diberi gelar adat (Pulanga) Ti Tobuto atau Ti Sobuto.
Sumber lain menyebutkan, ketika Carl Benjamin Hermann Rosenberg yang berkunjung ke Sumalata di Tahun 1863, menjelaskan bahwa wilayah Sumalata terdiri dari enam Kampung yaitu : Tolinggoela (12 buah rumah dengan penduduk 96 jiwa), Boelondyo (14 buah rumah dengan penduduk 107 jiwa), Oebohdo (24 buah rumah dengan penduduk 162 jiwa), Boelodo (25 buah rumah dengan penduduk 175 jiwa), De'me (17 buah rumah dengan penduduk 124 jiwa) dan Doeloekappa (9 buah rumah dengan penduduk 36 jiwa). Dalam perjalanannya menuju Sumalata dari Kwandang, rombongannya sempat singgah di Lito Doyanoemo (Pulau Diyonumo) karena dihadang oleh angin kencang. Sore harinya ketika angin berhenti dan air laut mulai surut, merapatlah perahu yang ditumpangi oleh C. B. H. Rosenberg di pantai dan disambut oleh Walapoeloe dan langsung diantar menuju desa Boelodo (Sumber : Reistogten in de afdeeling Gorontalo, Gedaan op last der Nederlandsch Indische regering; hal 84-98; Carl Benjamin Hermann Rosenberg (Baron von); F. Muller, 1865).

You Might Also Like

12 komentar:

  1. Keerreenn..padang rumput gtu, tpi jauh di gorontalo, min request bnyakin tmpat di area sby donk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siaaap kak, tunggu postingan selanjutnyaa yaah hehehe

      Hapus
  2. Keerreenn..padang rumput gtu, tpi jauh di gorontalo, min request bnyakin tmpat di area sby donk

    BalasHapus
  3. jauh kak,, gak kuat duitnyaaa a a a :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buat mbk photografer yang penting view nya bagus masalah duit pastii di belani dong kak hehee

      Hapus
  4. Balasan
    1. Asyik nih di ajakin kaka manis travelling heheheh

      Hapus
  5. Boleh dong min diajak kesana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuuuk kapan" travelling bareng kak hehehe

      Hapus
  6. Indonesia punya banyak tempat wisata yg keren2 yaa, good view👌

    BalasHapus
  7. indonesia ga kalah indah dengan negara luar :3

    BalasHapus